Saturday, November 7, 2015

KONSEP MANUSIA DAN AGAMA

Manusia adalah makhluk yang sangat menarik. Oleh karenanya ia menjadi sasaran studi sejak dahulu, saat ini hingga kemudian hari. Semua lembaga pendidikan yang ada di dunia mengkaji manusia, karyanya dan dampak dari karya manusia terhadap alam dan dirinya sendiri. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studi dan keahliannya yang pada akhirnya melahirkan berbagai disiplin ilmu, seperti sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan ilmu-ilmu yang lain, tetapi sampai saat ini para ahli itu belum mencapai kata sepakat tentang hakekat manusia itu sendiri. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia itu misalnya homosapien (binatang berakal), homo economicus (binatang ekonomi), dan sebagainya.

Berkaitan dengan banyaknya kajian tentang manusia, dalam bab ini akan dijelaskan pula kajian tentang manusia berdasarkan keterangan-keterangan Al Qur’an sebagai firman Allah SWT. Mengkaji manusia dalam perspektif Al Qur’an menjadi sangat penting dilakukan oleh umat muslim mengingat begitu banyaknya kajian tentang manusia dengan berbagai macam pendekatan. Kajian tentang manusia berdasarkan perspektif Al Qur’an akan memberikan informasi yang jelas dan benar serta tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan Allah SWT dalam Al Qur’an yang diakui sebagai sumber kebenaran yang hakiki.

Selain mengkaji tentang manusia, pada bab ini akan dikaji juga permasalah lain yang sangat terkait dengan manusia, yakni permasalahan agama. Agama merupakan suatu bagian yang tidak dapat dilepaskan dari manusia, mengingat sejak manusia lahir ke dunia sebenarnya sudah dibekali oleh Allah dengan fitrah beragama, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar Rum (30) : 30


Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[30].

Karena itu keterkaitan antara manusia dan agama akan dijelaskan pada bagian ini sehingga menjadi jelas bahwa agama merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia dan manusia tidak dapat hidup dengan teratur dan sejahtera di dunia ini tanpa agama.


PENGERTIAN MANUSIA

1.Pandangan/Aliran Tentang Manusia
Dalam menjelaskan tentang siapa manusia, terdapat beberapa pandangan atau aliran sebagai berikut :
  1. Aliran Materialisme. Aliran ini memandang manusia sebagai kumpulan dari organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan materi. Manusia berasal dari materi, makan, minum, memenuhi kebutuhan fisik-biologis dan seksual dari materi, dan bila mati ia akan kembali menjadi materi berupa tanah. Dengan demikian aliran ini memandang manusia berawal dari materi dan akan berakhir menjadi materi kembali. Orang yang berpandangan materialistik tentang manusia dapat berimplikasi pada gaya hidupnya yang juga materialistik. Tujuan hidupnya tidak lain hanyalah demi materi dan kebahagian hidup menurut mereka diukur dari seberapa banyak materi yang dapat dikumpulkan dan dinikmatinya. Gaya hidup material-hedonistik tercermin dari sikap hidup pesta pora, hura-hura atau glamour dalam menikmati hidup yang katanya singkat dan cuma sekali. Bagi mereka, tidak ada kelanjutan hidup di alam immateri atau akhirat. Oleh karena itu dalam perkembangannya aliran materialistik ini dapat berubah menjadi atheistik.
  2. Aliran Spiritualisme. Menurut aliran ini hakekat manusia adalah roh atau jiwa (spirit and soul), sedang zat atau materi adalah manifestasi dari roh atau jiwa. Dasar pikiran aliran ini adalah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi. Hal ini dapat dibuktikan ketika manusia meninggal dunia, maka kecantikan, kemolekan, kebagusan yang dimiliki oleh manusia tadi tidak akan ada artinya tanpa roh. Meskipun badannya masih utuh, masih lengkap tetapi dikatakan “dia sudah tidak ada, dia sudah pergi, atau dia sudah menghadap Tuhannya. Implikasi pandangan spiritualistik ini terhadap penganutnya akan sama ekstrimnya dengan aliran pertama. Gaya hidup seseorang akan diisi penuh dengan dimensi rohani, pembersihan jiwa dari keterikatan dengan unsur materi meskipun hal itu harus dilaluinya dengan penderitaan dan hidup sangat sederhana.
  3. Aliran Dualisme. Menurut aliran ini manusia pada hakekatnya terdiri dari dua dimensi yaitu jasmani dan ruhani, badan dan ruh. Kedua substansi ini masing masing merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Badan tidak berasal dari roh, sebaliknya roh tidak berasal dari badan. Namun dalam perujudannya manusia serba dua, jasad dan ruh yang berintegrasi membentuk manusia. Antara badan dan ruh terjadi hubungan sebab akibat, hubungan kausal, artinya antara keduanya saling mempengaruhi. Apa yang terjadi pada badan akan mempengaruhi ruh dan sebaliknya. Orang yang cacat jasmaninya akan berpengaruh pada perkembangan jiwanya, sebaliknya orang yang jiwanya kacau akan mempengaruhi fisiknya. Mens sana in corpore sano. Paham dualisme ini tidak otomatis identik dengan pandangan Islam tentang manusia karena aliran ini menihilkan adanya proses penciptaan, fungsi dan tujuan manusia hidup di dunia yang bersifat transendental.
  4. Aliran Eksistensialisme. Karakteristik utama eksistensialisme diklasifikasikan menjadi beberapa bagian antara lain : 1.Eksistensi mendahului esensi, 2.Kebenaran itu subyektif, 3.Alam tidak menyediakan aturan moral, prinsip moral dikonstruksi oleh manusia dalam konteks bertanggungjawab atas perbuatan mereka dan perbuatan selainnya, 4. Perbuatan individu tidak dapat diprediksi, 5. Individu mempunyai kebebasan berkehendak secara sempurna, 6. Individu tak dapat membantu melainkan sekedar membuat pilihan, 7. Individu dapat secara sempurna menjadi selain daripada keberadaannya. Implikasi eksistensialisme dalam kehidupan manusia pada intinya terletak pada sikap subjektivitas dan individualitas manusia. Orang cenderung bebas berbuat menurut jati dirinya dengan slogan be yourself.

Keempat pandangan tentang manusia di atas bila dicermati memberi penekanan pada dimensi dan aspek tertentu pada diri manusia.

Para pemikir non muslim memiliki definisi yang berbeda-beda tentang manusia, pandangan mereka terhadap manusia adalah berdasarkan fenomena kehidupan yang dapat ditangkapnya. Beberapa pengertian pada pemikir tersebut antara lain :
  1. Linnasus mendefiniskan manusia sebagai “homo sapiens” yang berarti makhluk yang mempunyai budi (akal). Ahli agama Kristen menyebutnya “animal rationale”, yaitu binatang yang berfikiran.
  2. Revesz menyebut manusia sebagai “homo loquen” yaitu makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun.
  3. Berqson menyebut manusia sebagai “homo faber” yaitu makhluk yang “tukang”, dia pandai membua alat perkakas. Franklin menyebut sebagai “tool making animal”.
  4. Aristoteles menyebut manusia sebagai “zoon politicon” dan “animal ridens”, yaitu makhluk yang memiliki rasa humor yang “bisa bertakwa”. Manusia tidak seperti lembu, kerbau, unta dan gajah, tidak sekuat lokomotif, traktor atau buldozer dan kapal api atau kapal terbang, tetapi semua itu bekerja buat kepentingannya, sebab manusia bisa berorganisasi dalam masyarakat, sedang binatang tidak.
  5. Huizinga menyebut manusia “homo luden” yaitu manusia itu suka main.
  6. A.J. Barnet Kempers menyebut manusia sebagai “homo deleqaus”, yaitu makhluk yang bisa menyerahkan pekerjaan dan kekuasaannya kepada orang lain, dia bisa berwakil, berwali.

2. Pandangan Al Qur’an tentang Manusia
a. Sebutan Al Qur’an untuk Manusia
Ada beberapa kata atau istilah di dalam Al Qur’an yang digunakan untuk menyebut manusia. Beberapa istilah itu antara lain :

a.1.Basyar, 
Adalah gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan dan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya Manusia dalam pengertian ini disebutkan dalam Al Qur’an sebanyak 35 kali di berbagai surat, diantaranya terdapat dalam surat Al-Anbiya : 2-3, Al Kahfi : 110, Ibrahim : 10, Hud : 26, Al-Mukminun : 24 dan 33, As-Syu’ara : 93, Yasin : 15, Al Isra’ : 93 dan lain lain. Dalam Al Qur’an tersebut terlihat bahwa manusia dalam arti basyar adalah manusia dengan sifat sifat kemateriannya. Menurut al-Raghib al-Ashfahani, manusia disebut basyar karena manusia memiliki kulit yang permukaannya ditumbuhi rambut dan berbeda dengan kulit hewan yang ditumbuhi bulu. Kata ini dalam al-Quran digunakan dalam makna yang khusus untuk menggambarkan sosok tubuh lahiriah manusia (Aflatun Mukhtar, 2001: 104-105).
Kata basyar digunakan al-Quran untuk menyebut manusia dari sudut lahiriah serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Kata basyar juga selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah, yang selanjutnya dari sperma dan berkembang menjadi manusia utuh (QS. al-Mu’minun [23]: 12-14), manusia makan dan minum (QS. al-Mu’minun [23]: 33; QS. al-Furqan [25]: 20), dan seterusnya. Karena itulah Nabi Muhammad saw. diperintahkan untuk menyampaikan bahwa beliau sama seperti manusia lainnya. Yang membedakannya hanyalah beliau diberi wahyu (QS. al-Kahfi [18): 110).


Artinya : Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

a.2. An-Nas
Dalam Al Qur’an manusia dalam pengertian an-nas disebutkan sebanyak 240 kali dengan keterangan yang jelas menunjukkan pada jenis keturunan Nabi Adam as. Diantaranya terdapat dalam surat Al Hujurat(49) : 13.

Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Penyebutan manusia dengan nas lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan bersama-sama manusia lainnya. Al-Quran menginformasikan bahwa penciptaan manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar sesamanya (ta’aruf) (QS. al-hujurat [49]: 13), saling membantu dalam melaksanakan kebajikan (QS. al-Maidah [5]: 2), saling menasihati agar selalu dalam kebenaran dan kesabaran (QS. al-‘Ashr [103]: 3), dan menanamkan kesadaran bahwa kebahagiaan manusia hanya mungkin terwujud bila mereka mampu membina hubungan antar sesamanya (QS. Ali Imran [3]: 112).

a.3. Al Ins/ Al-Insan
Dalam al-Quran kata ins dijumpai sebanyak 18 kali dalam 9 surat. Kata ins digunakan untuk dihadapkan (berlawanan) dengan kata jinn yang berarti jin atau makhluk halus, atau dihadapkan dengan kata jaan yang juga bermakna jin. Penyebutan kata ins yang berlawanan dengan jinn atau jaan ini memberikan konotasi bahwa kedua makhluk Allah ini memiliki dua unsur yang berbeda, yakni manusia dapat diindera dan jin tidak dapat diindera, manusia tidak liar sedang jin liar (Aflatun Mukhtar, 2001:106-107).

Sedangkan kata insan dijumpai dalam al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan kata insan ini adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan memikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu, persepsi, akal, dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu menghadapi segala permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu, manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi tadi (Aflatun Mukhtar, 2001:107). Dengan demikian, kata insan digunakan al-Quran untuk menyebut manusia dengan segala totalitasnya, jiwa dan raganya. Manusia dapat diidentifikasi perbedaannya, seseorang dengan lainnya, akibat perbedaan fisik, mental, kecerdasan, dan sifat-sifat yang dimiliknya.

a.4. Bani Adam
Kata banu atau bani Adam atau dzurriyatu Adam maksudnya adalah anak cucu atau keturunan Adam. Kedua istilah itu digunakan untuk menyebut manusia karena dikaitkan dengan kata Adam, yakni sebagai bapak manusia atau manusia pertama yang diciptakan Allah dan mendapatkan penghormatan dari makhluk lainnya selain iblis (QS. al-Baqarah [2]: 34). Secara umum kedua istilah ini menunjukkan arti keturunan yang berasal dari Adam, atau dengan kata lain bahwa secara historis asal usul manusia adalah satu, yakni dari Nabi Adam (Aflatun Mukhtar, 2001: 109). Dengan demikian, kata bani Adam dan dzurriyatu Adam digunakan untuk menyebut manusia dalam konteks historis. Secara historis semua manusia di dunia ini sama, yakni keturunan Adam yang lahir melalui proses secara biologis (QS. al-Sajdah [32]: 8). Kata bani Adam disebutkan al-Quran sebanyak 7 kali, diantaranya dalam surat al-A’raf (7): 26, 27, 31, dan 35. Dalam QS. al-A’raf (7): 31 Allah Swt. berfirman:


Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. 

Sedang kata dzurriyati Adam hanya disebut sekali, yakni dalam surat Maryam (19): 58:


Artinya : Mereka itu adalah orang-orang yang Telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang Telah kami beri petunjuk dan Telah kami pilih. apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.


b. Proses Kejadian Manusia
b.1. Kejadian Manusia Pertama
Kejadian manusia pertama dijelaskan di dalam Al Qur’an sebagai berikut :


a. Pada awalnya manusia dijadikan seorang diri, kemudian Allah menjadikan istrinya dari bahan yang sama. Dari kedua jenis manusia inilah Allah mengembangbiakkan keturunannya sampai jumlah yang amat banyak. Hal ini diperkuat oleh firman Allah dalam surat An Nisa (4) : 1, sebagai berikut :


Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. [263] maksud dari padanya menurut Jumhur Mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan. [264] menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah. 
b. Jasad dibuat lebih dahulu baru kemudian roh ditiupkan Allah kedalamnya. Hal ini difirmankan oleh Allah dalam surat As-Sajadah : 7 yang berbunyi :


Artinya : Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.

Dalam surat Al Hijr (15) : 28-29 yang berbunyi : 


Artinya : 28. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, 29. Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud[796]. [796] dimaksud dengan sujud di sini bukan menyembah, tetapi sebagai penghormatan.

Dalam surat As-Sajadah (32) : 9 yang berbunyi :


Artinya : Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

Dijelaskan pula dalam sebuah hadis Qudsi, Allah SWT memfirmankan yang artinya “tatkala ditiupkan roh ke dalam jasad Adam, bergerak dan terbanglah roh itu kepada Adam, sehingga ia bersin dan mengucapkan “Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam”, lalu Allah menjawab, “Allah memberi rahmat kepadamu”. (H.R. Ibnu Hibban dan Al Hakim).


b.2. Kejadian Manusia Turunan Manusia Pertama
Kejadian manusia turunan manusia pertama dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut :

a. Keturunan manusia ini dijadikan Allah dari air mani. Allah SWT berfirman :


Artinya : Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. (QS. As-Sajadah : 8).


Artinya : Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah Kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, Kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, Kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), Kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). (QS. Al Mu’min (40) : 67).


b. Air mani bercampur dengan sel telur, kemudian disimpan dalam tempat yang aman. Allah SWT berfirman :


Artinya : Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), (QS. Al Qiyamah (75) : 37)


Artinya : Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).(QS. Al Mukminun (23) : 13)


c. Proses pertumbuhan selanjutnya hingga menjadi anak manusia bertahap. Al Qur’an menerangkan dengan jelas di dalam surat Al Mukminun : 12-14 sebagaimana bunyinya :


Artinya : Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.


d. Kapan roh itu ditiupkan ?
Rasulullah SAW dalam hadisnya mengatakan : “Sesungguhnya seseorang dari kamu semua itu dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya 40 hari sebagai mani dan 40 hari sebagai darah dan 40 hari sebagai daging, kemudian Allah mengutus seorang Malaikat, maka iapun meniupkan ruh ke dalam tubuhnya. Dan Malaikat diperintah untuk mencatat 4 kalimat, yaitu mengenai rezeki orang itu, ajalnyam amal perbuatannya dan celaka atau bahagianya. (H.R. Muslim). 

Hadis ini menjelaskan :

  • Setelah janin berproses selama 120 hari (4 bulan) dalam rahim seorang ibu, barulah ditiupkan kepadanya ruh oleh Malaikat atas perintah Allah SWT.
  • Setelah ruh ditiupkan kepadanya, dituliskan untuknya empat hal, yaitu tentang rezeki, ajal, amal dan celaka atau bahagia.


Menurut Maurice Bucaille, kata ‘alaq yang diterjemahkan “segumpal darah” adalah kurang tepat, karena arti asli bahasa Arab ‘alaq adalah “kebergantungan”. Sehubungan dengan arti kata ‘alaq tersebut, ia menjelaskan : “Merupakan suatu fakta yang kuat bahwa sel telur yang dibuahi tertanam dalam lendir rahim kira-kira pada hari keenam, setelah pembuahan mengikutinya dan secara anatomis sungguh telur-telur tersebut merupakan sesuatu yang bergantung (Maurice Bucaille, 1984).

Dengan demikian ketujuh tingkatan kejadian manusia secara berturut turut adalah : saripati lempung, air mani, suatu yang bergantung, segumpal daging, tulang belulang, yang terbungkus dengan daging dan makhluk dalam bentuk lain. Puncak dari inti penciptaan manusia adalah pada saat ditiupkan ruh pada jasad sehingga merupakan bentuk baru bernama manusia yang berbeda dengan makhluk-makhluk Allah lainnya.

Secara sistematis Muhammad Farid Wajdi berdasar Al Qur’an menjelaskan adanya tujuh unsur sebagai berikut :

  1. Turab (tanah), sebagai awal mulanya;
  2. Tin (lempung), campuran tanah dan air;
  3. Hama’in Masnun (lempung), lumpur yang dicetak;
  4. Tinun lazib, lempung yang pekat yang siap menerima bentuk;
  5. Salsalin min Hama’in Masnun, lempung dari lumpur yang dicetak;
  6. Salsalun ka al Fakhkhar (lempung seperti tembikar), yang terbentuk dari panas api. Dengan potensi api ini manusia memperoleh bekas syaitoniah.
  7. Roh yang ditiupkan ke dalam dirimanusia sebagai tanda disempurnakannya nafsnya dengan ilmu dan adab (Muhammad Farid Wajdi, 1971)


Akhirnya uraian tentang proses kejadian manusia dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Manusia terdiri dari 2 unsur yatu jasmani dan ruhani
  2. Jasmani manusia pertama langsung dijadikan oleh Allah dari tanah, sedangkan jasmani manusia dari keturunanya (air mani), itu memakai perantara kedua orang tuanya, Jadi asal mani itu pada hakikatnya dari tanah juga.
  3. Ruh manusia pertama ditiupkan oleh Allah sendiri kedalam tubuhnya, sedangkan ruh keturunannya ditiupkan oleh Malaikat atas perintah Allah
  4. Baik ruhani manusia pertama maupun ruhani manusia keturunannya ditiupkan kedalam tubuhnya setelah tubuh itu sempurna
  5. Uraian Al Qur’an tentang proses kejadian manusia selaras benar dengan ilmu pengetahuan, sesuai dengan sifat kebenaran Al Qur’an dan hukum-hukum alam (sunnatullah) yang mutlak dan abadi.



c. Potensi Manusia
Allah membekali manusia dengan dua potensi pokok, yakni:

1) Potensi kecerdasan (IQ). Al-Quran mengisyaratkan hal ini dengan menjelaskan proses pengajaran yang diberikan oleh Allah kepada Adam, yang dalam waktu singkat dapat menguasai semua nama (atribut) yang ada di surga. Allah berfirman dalam al-Baqarah (2): 31:


Artinya : Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Ayat di atas mengindikasikan bahwa Adam, sebagai manusia pertama, memiliki kecerdasan yang lebih dibandingkan malaikat yang ternyata tidak mampu menyebutkan semua nama yang ada di surga. Potensi ini akan berkembang, dengan maksimal atau tidak, sangat tergantung pada pengalaman manusia, terutama dalam menempuh pendidikannya. Semakin baik pengalaman atau pendidikan seseorang maka akan semakin baik tingkat kecerdasannya. Sebaliknya, semakin buruk pengalaman atau pendidikannya maka akan semakin buruk pula tingkat kecerdasannya. Untuk mendukung kecerdasan manusia ini, Allah membekali manusia dengan potensi dasar berupa ruh (nyawa), pendengaran, penglihatan, dan hati (akal dan nurani) (QS. al-Sajdah [32]: 9).


Artinya : Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.


2) Potensi beragama (bertauhid)
Al-Quran mengisyaratkan adanya persaksian jiwa bahwa bahwa Allah sebagai Tuhannya. Demikian
firman Allah Swt. dalam surat al-A’raf (7) : 172


Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",

Dalam fenomena kehidupan manusia, Hamzah Ya’kub dalam bukunya Filsafat Ketuhanan menggambarkan bagaimana manusia berkecenderungan memikirkan Tuhan, justru pada saat memikirkan eksistensi dirinya. Ketika seseorang mulai menyadari eksistensi dirinya, timbullah tanda tanya dalam hatinya tentang banyak hal. Beberapa pertanyaan muncul antara lain : dari mana saya, mengapa saya tiba tiba ada, hendak kemana saya dan bisikan-bisikan kalbu lainnya. Ini menjadi bukti bahwa manusia, dalam pandangan al-Quran, dilahirkan sudah memiliki bekal tauhid (beragama). Namun demikian, eksistensi tauhid ini pada akhirnya banyak ditentukan oleh pengalaman manusia dalam hidupnya kelak.

Menurut Hafidz Abdurrahman dalam bukunya “Islam Politik dan Spiritual” manusia memiliki beberapa potensi kehidupan antara lain potensi Keperluan Jasmani (kebutuhan anggota badan) dan Naluri/insting (gharizah). Naluri terdiri dari : Naluri tertarik dengan lawan jenis (Gharizatu an-nau’), Naluri Hidup (Gharizatu al-baqa’) dan Naluri Beragama (Gharizatu Tadayyun). Disamping itu manusia juga memiliki potensi Akal dan pikiran.

Menurut Murtadlo Munthahari, manusia adalah makhluk serba dimensi. Dimensi pertama, secara fisik manusia hampir sama dengan hewan, membutuhkan makan, minum, istirahat dan menikah, supaya ia dapat hidup, tumbuh dan berkembang. Dimensi kedua, manusia meiliki sejumlah emosi yang bersifat etis, yaitu ingin memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian. Dimensi ketiga, manusia memiliki perhatian terhadap keindahan. Dimensi keempat, manusia memiliki dorongan untuk menyembah Tuhan. Dimensi kelima, manusia mempunyai kemampuan dan kekuatan yang berlipat ganda, karena ia dikaruniai akal, pikiran, kehendak bebas, sehingga ia mampu menahan hawa nafsu dan dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya. Dimensi keenam, manusia mampu mengenal dirinya sendiri. Jika ia udah mengenal dirinya ia akan mencari dan ingin mengetahui siapa penciptanya, mengapa ia diciptakan, dari apa ia diciptakan, bagaimana proses penciptaannya dan untuk apa ia diciptakan.


d. Tugas Manusia
Al Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki tujuan, peran dan tugas untuk beribadah dan sebagai khalifah (wakil Tuhan) dimuka Bumi.

Tujuan penciptaan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT diungkapkan secara jelas dalam Al Qur’an. Dalam surat Adz-Dzariyat (51) : 56 Allah SWT berfirman


Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Senada dengan firman Allah di atas, Hadis Nabi Muhammad SAW juga menyebutkan bahwa kewajiban manusia terhadap Allah adalah mengabdi kepada-Nya dan tidak meyekutukan-Nya. Bila manusia telah menjalankan kewajibannya tersebut, maka Allah tidak akan menyiksa mereka.

Selanjutnya disamping tugas ibadah, sebagai makhluk Allah manusia mendapat amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah dimuka bumi untukmengelola dan memelihara alam. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Baqarah (2): 30 yang bunyinya :


Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Dua peran yang diemban oleh manusai dimuka bumi baik sebagai ‘abd maupun khalifah merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai nilai kebenaran. Berdasar hal tersebut dapat dipahami bahwa kualitas kemanusiaan sangat tergantung pada kualitas komunikasinya dengan Allah melalui ibadah dan kualitas interaksi sosialnya dengan sesama manusia melalui muamalah.



B.Agama
1. Pengertian Agama
Ada bermacam-macam pengertian agama, yaitu :

a. Agama berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari a berarti “tidak” dan gama berarti “kacau”. Jadi kata agama berarti “tidak kacau”atau “teratur”. Dengan demikian, agama adalah aturan yang mengatur manusia agar kehidupannya menjadi teratur dan tidak kacau.

b. Dalam bahasa Inggris, agama disebut religion; dalam bahasa Belanda disebut religie berasal dari bahasa Latin relegere berarti mengikat, mengatur atau menghubungkan. Jadi, religion atau religie dapat diartikan sebagai aturan hidup yang mengikat manusia dan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.

c. Dalam Al Qur’an atau Hadist Nabi, agama disebut dengan kata diin atau millah atau syari’ah. Kata diin atau ad-diin artinya pembalasan, adat kebiasaan, peraturan, hari pembalasan atau hari kiamat. Sedangkan kata millah berarti undang-undang atau peraturan. Kata syari’ah berarti jalan yang harus dilalui atau hukum.
Di dalam Al Qur’an kata diin sering dihubungkan dengan kata al-Islam, Allah, Al- Haq, Al Qayyim, seperti perkataan :

  • Diinul Islam (agama Islam) dapat dijumpai dalam surat Ali Imron (3) : 85 dan surat Al Maidah (5) : 3
  • Ad- Diinul Qayyim (agama yang lurus) dapat dijumpai dalam surat At- Taubah (9) : 36 dan Al Bayyinah (98) : 5
  • Dinullah, dapat dijumpai dalam surat Ali Imron (3) : 83 dan surat An Nashr (100) : 2
  • Ad-Diinul Haq, dapat ditemui dalam surat At Taubah (9) : 29 dan 33.

Perkataan Millah dapat ditemukan dalam surat Al An’am (60) : 161 dan surat Al Hajj (22) : 78. Sedangkan perkataan syari’ah dapat dijumpai dalam surat Al Jasiyah (45) : 18 Perlu dikemukakan bahwa arti kata ad-diin lebih bersifat umum, dalam Al Qur’an digunakan untuk menyebut agama Islam dan agama selain Islam. Hal ini dapat dilihat dalam surat Al Kafirun (109).

Menurut Endang Saefuddin Anshari, agama, religi atau diin adalah suatu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia, dan satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggap mutlak, dan satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lain sesuai dengan tata keimanan dan tata peribadatannya.

John R. Bennet memandang bahwa memberikan sebuah definisi yang sempurna tentang agama adalah mustahil. Namun, menurutnya ada beberapa karakteristik yang melekat pada kepercayaan dan aktivitas agama, yaitu kebaktian, pemisahan antara yang sakral dan profane, kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan terhadap dewa-dewa atau Tuhan, penerimaan atas wahyu yang supranatural, dan pencarian keselamatan (Anshari, 1992: 29).

Sementara itu, Harun Nasution (1985: 10) mengidentifikasi beberapa definisi tentang agama dari para ahli. Agama didefinisikan sebagai berikut:

  1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
  2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
  3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
  4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
  5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
  6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
  7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
  8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.


2. Unsur Pokok Agama
Dengan mendasarkan pada berbagai definisi tentang agama, Harun Nasution menegaskan bahwa unsur-unsur pokok yang ada dalam agama adalah:

  1. Kekuatan gaib. Dengan adanya kekuatan gaib ini manusia merasa dirinya lemah dan berhajat kepadanya sebagai tempat minta tolong. Karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut.
  2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaannya yang dicari juga akan hilang.
  3. Respons yang bersifat emosional dari manusia. Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme.
  4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu (Nasution, 1985: 11)

3. Klasifikasi Agama

Dalam Living Religions of the World, Ahmad Abdullah al Masdoosi membagi agama menjadi tiga macam, yaitu 1. Revealed and non revealed, 2. Missionary and non missionary, 3. Geoghraphical racial and Universal.

a. Revealed and Non Revealed
Revealed religions (agama wahyu atau agama samawi) adalah agama yang ajarannya menghendaki iman kepada Allah, kepada para Rasul-Nya, kepada kitab kitab-Nya, dan pesan pesannya untuk disebarkan kepada segenap umat manusia. Revealed Religions sering disebut dengan agama wahyu, agama langit, agama samawi, atau agama profetis. Yang termasuk revealed religions adalah Yudaisme, Kristen dan Islam. 

Adapun non revealed religions adalah kebalikan dari revealed religions, yang pada pokoknya tidak mempunyai hal-hal yang secara esensial dipercayai dalam revealed religions, dan tidak mamandang esensial penyerahan manusia kepada aturan aturan Tuhan. Menurut al Masdoosi, agama-agama selain Yahudi, Kristen dan Islam termasuk non revealed religions atau worldly religion atau agama bukan wahyu, sering disebut dengan istilah agama budaya. Perlu dikemukakan bahwa agama samawi (revealed religion) yang murni hanyalah Islam. Demikianlah keterangan yang dapat dijumpai dalam Al Qur’an surat Al Baqarah 130. 131 dan 136; surat Ali Imron : 73 dan 85; surat Yusuf : 101.

b. Agama Missionary dan Agama non Missionary
Pada dasarnya agama wahyu adalah agama missionary (agama dakwah), sedangkan agama non wahyu bukan agama missionary. Menurut al Masdoosi berdasarkan ajaran aslinya, agama Nasrani (kristen) dan Budha bukan agama missionary, tetapi dalam perkembangannya kemudian agama itu menjadi agama missionary. Agama missionary satu satunya hanyalah agama Islam.

c. Geographical-Racial dan Universal
1. Geographical Semetic, yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam
2. Geographical non Semetik terbagi menjadi :

  • Non Semetic Arya, yaitu Hinduisme, Janisme, Sekhisme dan Zoroastrianisme
  • Non Semetic Mongolian, yaitu Taoisme, Shintoisme, Confusionisme.

3. Geographical non Semetic yang merupakan campuran antara Arya dan Mongolian adalah Buddhisme

Sementara agama yang termasuk ke dalam Semetic Universal hanyalah Islam.



C.Keterkaitan Manusia dengan Agama
1. Kodrat Manusia Beragama
Untuk mengetahui kodrat manusia beragama ini dapat dilihat pada beberapa fenomena berikut:

a.Tentang do’a keselamatan.
Setiap orang pasti ingin mendapatkan keselamatan. Ia merasa dirinya selalu terancam. Makin serius ancamannya, doanya akan makin serius pula. Ia merasa kecil hidup di jagat raya ini seperti perahu kecil yang terapung di samudra yang amat luas. Karena ancaman tersebut ia ingin berpegangan da menyandarkan diri kepada sesuatu yang ia anggap sebagai yang Maha Ghaib dan Maha Kuasa. Sesuatu yang Maha Ghaib tadi tentu saja bukan sesuatu yang setingkat dengannya, apalagi lebih rendah. Sesuatu yang lain yang bukan dirinya sendiri itu Zat Yang Maha Kuasa, Maha Agung, Maha Suci dan sebagainya. Karena hanya dengan perasaan berhadapan dengan Zat Yang Maha Kuasa dan Maha Agung, ia mau tunduk dan patuh dengan hormat dan khidmat.

b.Tentang kebahagiaan abadi.
Setiap orang ingin mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang ia harapkan bukanlah kebahagiaan yang sementara tetapi kebahagiaan abadi. Anehnya tidak setiap orang mendapatkan kebahagiaan abadi seperti yang ia harapkan. Seorang pedagang pastilah dengan perdagangannya dan harta bendanya ingin mendapatkan kebahagiaan yang abadi tetapi pengalaman menunjukkan, bahw harta bendanya dan perdagangannya belum tentu membawa kebahagiaan yang abadi sebagaimana yang ia idam-idamkan. Kebahagiaan ini akan diperoleh seseorang bukan di dunia, tetapi di akhirat kelak. Kebahagiaan inilah yang dijanjikan oleh agama.

c.Memperhatikan tubuh kita sendiri.
Apabila kita merenungkan dan memperhatikan tubuh kita sendiri sebagai manusia dengan kerangka dan susunan badan yang indah dan serasi dengan indra hati dan otak yang cerdas untuk menanggapi segala sesuatu di kanan kiri kita, akan sadar bahwa kita bukan ciptaan manusia, tetapi ciptaan Sang Maha Pencipta, Zat Yang Maha Ghaib dan Mahakuasa.

d.Apabila kita mendapatkan persoalan yang dilematis.
Dalam kehidupan sehari-hari orang sering dihadapkan pada persoalan yang sulit. Ia dihadapkan pada berbagai pilihan. Ia harus memeras otak, memperimbangkan untung-rugi, plus-minus, dan aspek-aspek lain yang akhirnya dapat menentukan keputusannya. Anehnya ia baru merasa mantap dan puas apabila pilihannya telah disandarkan kepada sesuatu yang ia anggap Zat Yang Ghaib yang seolah-olah memberikan kepastian dan kemantapan pilihannya (Soeroyo dkk., 2002: 1-2).

e.Di samping empat fenomena di atas Allah dengan tegas menyatakan dalam dalam Al-Quran bahwa sejak dalam kandungan manusia sudah memiliki agama. Allah Swt. berfirman daam surat QS. al-A’raf [7]: 172.


Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".

Dari ayat di atas Allah mempersaksikan diri-Nya di hadapan jiwa-jiwa manusia dan jiwa-jiwa itu mengakui eksistensi-Nya. Jadi, sebelum manusia lahir ke muka bumi Allah telah membekali manusia
dengan keyakinan akan adanya Tuhan (agama), sehingga ketika manusia akhirnya mengingkari fitrah
kejadiannya ini, manusia akan menanggung resiko akibat kelalaiannya.

Dari fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa inti agama adalah kepercayaan adanya Zat Yang Ghaib dan kepada-Nya manusia bergantung dan memohon pertolongan. Maka watak/kodrat manusia itu beragama. Kalau manusia tidak beragama berarti ia melawan kodratnya sendiri. Dengan demikian, jelaslah bahwa keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dengan agama. Menurut seorang sosiolog Francisco J. Morino, sejarah agama berumur setua dengan sejarah manusia. Dia menambahkan, tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Bahkan Max Muller, seorang sejarawan agama, yang kemudian pendapatnya dikutip oleh Joachim Wach, mengatakan bahwa sejarah umat manusia adalah sejarah agama. Agama, menurutnya, merupakan cara-cara yang sangat indah, yang telah dipergunakan secara bersama-sama oleh aneka umat jagad raya untuk meningkatkan pengetahuan dan cintanya yang mendalam kepada Tuhan. Agama menjadi rantai yang kokoh bagi keseluruhan mata rantai sejarah yang profan. Agama merupakan cahaya, jiwa, dan kehidupan sejarah. Tanpa agama sejarah akan benar-benar profan (sekuler) (Soeroyo dkk.,2002: 3).


2. Gambaran Manusia Beragama (Ekspresi Religius)
Gambaran pokok manusia beragama adalah penyerahan diri. Ia menyerahkan diri kepada sesuatu yang Maha Ghaib lagi Maha Agung. Ia tunduk lagi patuh dengan rasa hormat dan khidmat. Ia berdo’a, bersembahyang, dan berpuasa sebagai hubungan vertikal (hablun minallah) dan ia juga berbuat segala sesuatu kebaikan untuk kepentingan sesama umat manusia (hablun minannas), karena ia percaya bahwa semua itu diperintahkan oleh Zat Yang Maha Ghaib serta Zat Yang Maha Pemurah. Penyerahan diri itu oleh manusia yang beragama tidak merasa dipaksa oleh sesuatu kekuatan yang ia tidak dapat mengalahkan. Penyerahan diri itu dirasakan sebagai pengangkatan terhadap dirinya sendiri karena dengan itu ia akan mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang abadi. Penyerahan diri itu dilakukan dengan perasaan hormat dan khidmat dengan iman dan kepercayaan dengan pengertian di luar jangkauan manusia (metarasional).

Penyerahan diri manusia itu bersifat bebas dan merdeka. Dengan rasa kesadaran dan kemerdekaan ia memeluk agama dan menjalankan peraturan peraturan yang ia anggap dari Zat Yang Maha Ghaib itu. Dia merdeka bukan berarti bebas dan merdeka untuk berbuat segala sesuatu yang ia inginkan. Ia tidak bisa berbuat lain karena ia yakin bahwa berbuat lain adalah suatu pelanggaran yang berakibat akan membinasakan kepada dirinya. Di sinilah ia menemukan rasa tenteram dan bahagia.

Pengalaman manusia beragama dalam menjalankan aturan-atura agama mengintegrasikan hidupnya, sehingga hidupnya menjadi bertujuan dan bermakna. Tujuan itu terdapat dalam agama. Seringkali kita melihat orang yang berkecukupan, berilmu, berpangkat, dan berkuasa tetapi merasa bahwa hidupnya sepi, kosong, tidak ada kesatuan dan merasa adanya disintegrasi karena tidak adanya tujuan (lonely in the crowd).


3.Kebutuhan Manusia akan Agama
Kefitrahan agama bagi manusia menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, karena agama merupakan kebutuhan fitrah manusia. Selama manusia memiliki perasaan takut dan cemas, selama itu pula manusia membutuhkan agama. Kebutuhan manusia akan agama tidak dapat digantikan dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam aspek material. Kebutuhan manusia akan materi tidak dapat menggantikan peran agama dalam kehidupan manusia. Masyarakat Barat yang telah mencapai kemajuan material ternyata masih belum mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya.

Manusia dengan akalnya dapat melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi akal saja tidak mampu menyelesaikan seluruh persoalan yang dihadapi manusia. Terkait dengan hal ini agama sangat berperan dalam mempertahankan manusia untuk tetap menjaganya sebagai manusia. Kebutuhan manusia terhadap agama mendorongnya untuk mencari agama yang sesuai dengan harapan-harapan rohaniahnya. Dengan agama manusia dituntun untuk dapat mengenal Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya. Namun, kenyataannya agama agama yang ada tidak memberikan informasi yang sama tentang Tuhan. Hingga pertanyaannya adalah, agama mana yang dapat memberikan informasi tentang Tuhan yang sebenarnya. Di sinilah manusia dituntut untuk mencari agama yang dapat menjelaskan tentang Tuhan ini berdasarkan argument-argumen yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Ada beberapa argumen mengapa agama sangat dibutuhkan oleh manusia:

Pertama, agama merupakan sumber kebenaran mutlak. Setiap penganut agama mengakui kebenaran ajaran agama secara mutlak, terutama yang dinyatakan dalam kitab sucinya. Islam, misalnya, sangat menjunjung tinggi kebenaran yang dinyatakan dalam al-Quran, baik dalam hal ketuhanan (aqidah) maupun kebenaran tentang berbagai aturan dan hukum.

Kedua, agama sebagai sumber informasi tentang hal-hal yang gaib. Hanya agama yang dapat menjelaskan secara pasti masalah-masalah gaib seperti Tuhan, malaikat, surga, neraka, dan lain sebagainya. Informasi tentang hal ini selain dari agama tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan tidak boleh diyakini (diimani). 

Ketiga, agama sebagai sumber ajaran moral. Agama melalui kitab sucinya dengan rinci menjelaskan mana yang baik dan buruk, benar dan salah, serta mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Dengan menaati seluruh aturan agama, maka manusia akan bersikap dan berperilaku yang benar dan terhindar dari sikap dan perilaku tercela. 

Keempat, agama dapat memberikan nasihat yang sangat berharga bagi manusia baik di kala suka maupun duka. Dengan nasihat-nasihat agama, orang yang sedang suka dan mendapatkan berbagai kenikmatan tidak akan menjadi manusia yang sombong dan congkak, dan orang yang sedang duka dan mendapatkan berbagai cobaan dan kesempitan tidak akan putus asa.


4. Faedah Beragama
Sejak zaman primitif hingga era modern seperti saat ini, manusia tetap memerlukan Tuhan atau agama. Ini membuktikan bahwa bertuhan atau beragama menjadi fitrah manusia. Meskipun kehidupan agama sering ditutupi oleh pafam materialisme, komunisme, positivisme dan pragmatisme, agama tetap hidup dan tumbuh sepanjang zaman, tidak pernah mati.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan informasi dengan segala akibat negatifnya di dunia Barat, seperti mengesampingkan agama dan menempatkan akal sebagai suatu ukuran yang mutlak, telah menimbulkan krisis dalam bidang moral. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan manusia pada kehidupan yang mudah dan menyenangkan. Segala kebutuhan fisik dapat tercapai. Namun, ternyata setelah kebutuhan hidup secara materi tercukupi, masih ada kekurangannya. Terdapat kebutuhan primer yang lain yang harus dipenuhi yaitu pegangan untuk hidup berupa agama. Dengan agama manusia akan memperoleh petunjuk tentang apa fungsi, tugas serta tujuan hidupnya. Agama juga akan menunjukkan apa yang harus diusahakan dan bagaimana cara mengusahakan dan memperolehnya.

Sesuai dengan struktur manusia, yang terdiri dari jasmani (material) dan ruhani (spiritual), kedua hal tersebut harus dipenuhi kebutuhannya. Bagi sementara orang yang sudah mencapai tingkatan hidup yang lebih sempurna, spiritual lebih penting daripada material.

Faedah beragama antara lain :

  1. Dapat menjadi pedoman dan petunjuk dalam hidup. Agama memberikan bimbingan dalam hidup ke arah hidup yang lebih baik dan diridhoi Tuhan;
  2. Dapat menjadi penolong dalam mengatasi berbagai problem atau kesulitan hidup.
  3. Dapat memberikan ketentraman bathin bagi yang dapat menghayati dan mengamalkan agama dengan baik, sehingga menjadi sejahtera dan aman sentosa baik kehidupan pribadi, rumah tangga masyarakat dan bangsanya;
  4. Dapat membentuk kepribadian yang utuh, atau membangun manusia seutuhnya.


Read more: http://www.totaltren.com/2015/01/konsep-manusia-dan-agama.html#ixzz3qms2anR1 
TOTALTREN 
Under Creative Commons License: Attribution Share Alike 
Follow us: @totaltren on Twitter | Totaltren on Facebook

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com tipscantiknya.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com